Sunday, March 11, 2007

Aku tidak mengerti kenapa ada orang yang begitu menyiakan hidupnya. Berkata lebih baik sakit yang sembuhkan sakit, susun menyusun biar hadir yang namanya mati. Tidakkah dia tahu tujuan hidupnya? Tidakkah dia sadar tiap langkah kecil, besar, pendek, panjang, maupun langkah terjungkalnya memberi makna di hidup orang lain? Bahwa daun maple yang berguguran pun punya arti, begitulah dia dalam hidupnya dan mereka, tanpa kembali memperhitungkan aku ini siapa.

Thursday, March 08, 2007

Hari ini aku menyadari satu hal baru lagi. Mungkin konsepnya sudah masuk ke pabrik otak sedari beberapa saat yang lampau, tapi outputnya baru keluar sekarang.

Tidak semua yang cocok saling menyukai, apalagi mencintai. Walaupun harus diakui kansnya cukup besar.

Tidak semua yang saling mencintai, saling cocok adanya.

Bisa jadi cinta itu tumbuh karna ketertarikan (hasrat). Bisa jadi yang dicintai adalah bagaimana mereka bersikap kepada kita. Lalu bagaimana dengan orangnya secara pribadi? Bisa jadi bangsat, bisa jadi labil, bisa jadi pembunuh. Yah, pernah mendengar bukan bagaimana seorang manusia paling jahat di dunia tidak mungkin memberikan ular pada anaknya ketika sang anak minta makan? Itulah kekuatan cinta.

Tak kenal maka tak sayang. Kalau memang kita mencintai seseorang karena perlakuan baik mereka terhadap kita, lalu apa yang harus dilakukan? Mungkin opsinya adalah mengenal nilai-nilai baik yang ada pada orang tersebut. Menurutku tidak ada orang terlahir baik ataupun terlahir jahat. Yang ada hanyalah orang terlahir dengan hati nurani.

Hati-hati sekali dengan hati nuranimu. Sekalinya hal paling kuat itu kau bengkokkan bagai baja dengan kekuatan ‘kopeh’ dirimu, mungkin hati nurani tidak akan pernah tegak lurus sempurna adanya.

Sunday, March 04, 2007

Apa yang kau lakukan dalam kesendirian, dalam rasa sakit dan kehilangan?

Jawabannya akan mencerminkan siapa dirimu, tingkat kematangan, kestabilan emosional, komitmen dari tujuan semula.

Aku belajar menikmati hal yang dahulu terasa remeh. Berlama-lama di kampus setelah mengajar, bercakap dengan office boy, makan siang dengan beberapa mahasiswa.

Hal-hal yang tergeletak tanpa kurasa dulu punya waktu untuk memungutnya; senyuman petugas parkir, sapaan penjaga toilet, monolog Wimar Witoelar di Djakarta.

Aku meraba senyum dan mulai belajar tertawa, mungkin seperti pertama kalinya. Mungkin karena tidak ada hal lain yang mampu, mungkin karena aku benar-benar tidak punya pilihan.

Mungkin kali ini aku hanya ingin berkomitmen dengan aku sendiri...

Hati-hati Tiara, jangan sembarangan menitipkan hatimu.